Ps Bobby Butar Butar MTh blog

Waspada Gelar Teologi “Aspal”

Posted on: April 29, 2008

MEWASPADAI GELAR TEOLOGI “ASPAL”

Pepatah terkenal mengatakan, pembentukan calon pemimpin adalah sejak dari masa kecil. Satu ungkapan lain mengatakan, “Good leaders are made, not born”. Setiap orang dapat saja menjadi pemimpin, namun untuk menjadi pemimpin yang baik, berintegritas dan berkompetensi haruslah melalui proses belajar (knowledge), training maupun praktek dalam kehidupan sehari-hari. Proses itulah yang akan membentuk seseorang menjadi pemimpin yang handal. Baik dalam memimpin dirinya, memimpin keluarga, perusahaan, gereja, maupun posisi-posisi yang membutuhkan pemimpin cakap di dalamnya.

Berbicara mengenai pemimpin, ada beberapa jenis kepemimpinan yang dapat dibedakan menurut fungsi. Yaitu pemimpin struktural dan fungsional. Pemimpin yang memimpin berdasarkan struktrural, biasanya ditandai dengan adanya jabatan-jabatan khusus yang menjadi ciri utama, misalnya gubernur, bupati, presiden, gembala sidang dan sebagainya. Posisi-posisi tersebut adalah jabatan kepemimpinan yang berdasarkan struktur formal.

Kemudian ada juga kepemimpinan fungsional, yaitu pemimpin yang diakui dan dipercaya masyarakat, meski tanpa menyandang jabatan struktural tertentu. Contohnya seperti pendeta, ulama, dan sebagainya. Mereka adalah orang-orang yang mendapat pengakuan sebagai pemimpin dari komunitas agama, meski tidak menyandang jabatan formal tertentu.

Menarik memperhatikan dinamika zaman yang berkembang tahun-tahun belakangan ini, yaitu maraknya pemimpin yang melabeli diri dengan seabrek gelar, demi meraih “pengakuan” dan “penghormatan”. Dalam dunia sekuler yang terkadang “menghalalkan” segala cara demi meraih tujuan, praktek seperti itu kelihatan sah-sah saja, meski membuat hati ini miris. Beberapa tahun yang lampau, ada seorang mantan pejabat tinggi negara yang menyandang empat sampai lima gelar kesarjanaan sampai master. Namun setelah diinvestigasi pers, ternyata gelar-gelar tersebut berasal dari lembaga-lembaga ilegal yang menjual-belikan gelar. Kasus itu sempat menjadi bahan pembicaraan umum, namun pada akhirnya lenyap ditelan waktu.

Dunia rohani sangatlah berbeda. Kekristenan mengenal dan menjunjung tinggi martabat dan integritas diri. Kejujuran dan kebenaran adalah tuntutan utama dan menjadi dasar dalam segala aspek hidup. Apalagi bila telah menyandang jabatan di ranah hamba Tuhan, seperti pendeta, pengkotbah, penginjil dan sebagainya. Kehidupannya harus transparan dan beretika Kristiani agar dapat menjadi teladan bagi jemaat.

Pemakaian gelar-gelar teologi seperti S.Th, MA, M.Div, M.Th sampai D.Min tidak boleh sembarangan, apalagi bila mendapatkannya melalui jalur yang tidak seharusnya. Mengapa? Karena setiap hamba Tuhan harus mempertanggungjawabkannya bukan hanya kepada masyarakat umum, namun juga yang terutama kepada Tuhan Yesus Kristus. Hamba Tuhan adalah wakil Allah di bumi yang menyampaikan isi hati Tuhan melalui kotbah, pengajaran dan sebagainya. Bila dalam perkara kecil (pemakain gelar teologi) saja tidak dapat dipercaya dan “membohongi” jemaat, bagaimana Tuhan akan memakai dirinya untuk perkara-perkara yang lebih besar? Tuhan tentu tidak akan memakai orang-orang yang berjiwa penipu dan pembohong. Karena sebaliknya Dia akan memberkati dan mencurahkan keselamatan serta segala berkat-Nya kepada orang yang jujur, “…Siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya.” (Mazmur 50:23).

Apabila untuk menempuh jenjang Sarjana Teologi (S.Th) harus menempuh 150-160 SKS dan memakan waktu 3-4 tahun, jalanilah proses itu dengan sabar. Bukankah pepatah mengatakan, “berakit-rakit ke hulu bersenang-senang kemudian.” Tampiklah godaan yang menawarkan gelar-gelar S.Th hanya dalam 1-2 tahun, melalui cara-cara yang tidak masuk akal seperti pemendekan masa studi, alih kredit, program intensif, penghargaan masa pelayanan dan istilah-istilah sejenis lainnya. Jangan pertaruhkan integritas diri hanya demi pengejaran gelar yang semu. Demikian juga dengan program seperti MA, M.Div, M.Th dan D.Min. Tempuhlah studi dengan sewajarnya, sebab Tuhan menghargai orang-orang yang berjalan di jalan kebenaran dan kejujuran.

Mencermati perkembangan Sekolah Tinggi Teologi (STT), belakangan ini bermunculan STT yang menawarkan gelar-gelar tersebut dengan biaya murah dan masa studi yang instan. Kita harus cermat, jangan sampai tertipu. Sebab hanya gelar yang diberikan STT yang telah TERAKREDITASI di Departemen Agama RI c/q Dirjen Bimas Kristen saja yang sah dan legal di mata pemerintah dan dunia akademis. Sebab itu, perhatikan status hukum STT tersebut. Berhati-hatilah terhadap oknum-oknum yang menjanjikan gelar-gelar teologi secara mudah. Dengan tutur kata manisnya, mereka bak serigala berbulu domba. Hati nurani orang-orang itu telah cemar dan dikuasai mamon. Kebanyakan orang-orang seperti itu gelarnyapun “asli tapi palsu”. 

Tinggalkan komentar

Ps Bobby Butar Butar MTh

Kategori

Arsip

Blog Stats

  • 1.157.308 hits

Readers

tracker
Follow Ps Bobby Butar Butar MTh blog on WordPress.com